Kamis, 15 Desember 2011

hidup penuh rintangan


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah melimpahkan Rahmat serta hidayahnya dan telah mengutus Muhammad dengan petunjuk din yang benar untuk dimenangkan atas semua din. Semoga Salawat serta salam selalu di limpah curahkan kepada junjungan nabi kita Muhammad SAW,beserta segenap pengikutnya hingga hari akhir.
Syukur alhadulillah makalah ini telah kami susun sesuai dengan jadwal yang di tetapkan.Makalah ini merupakan himpunan dari berbagai referensi buku lain.
Atas saran dari beberapa rekan,mengingat isi buku tersebut masih relevan da actual untuk diketahui oleh mahasiswa,praktisi dan  diperlukan masyarakat umum,maka buku tersebut kami ambil bagian-bagian yang sangat diperlukan dalam mengerjakan makalah ini.
Kami berterima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moral maupun materil sehingga makalah yang sederhana ini dapat Kami selesaikan.
Secara khusus kami sapaikan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan yang telah mensupport dan terimakasih juga kepada perpustakaan STAIBA dan perpustakaan AMIN yang telah meminjamkan buku sehingga dapat tersusun bentuk makalah seperti sekarang ini.  Oleh karena hal-hal yang tersbut dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesempurnaan,baik dari segi teknik penulisan maupun materi yang disajikan,oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan semoga makalah ini bermanfaat bagi semua yang membacanya.





BAB I
PENDAHULUAN
Ajaran Islam mengakui adanya perbedaan pendapatan dan kekayaan pada setiap orang dengan syarat bahwa perbedaan tersebut diakibatkan karena setiap orang mempunyai perbedaan keterampilan, inisiatif, usaha dan resiko. Namun perbedaan itu tidak boleh menimbulkan kesenjangan yang terlalu jauh antara yang kaya dengan yang miskin karena kesenjangan yang terlalu dalam tidak sesuai dengan syariah Islam yang menekankan bahwa sumber-sumber daya bukan saja karunia dari Allah bagi semua manusia, melainkan juga merupakan suatu amanah. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk mengkonsentrasikan sumber-sumber daya di tangan segelintir orang.
Kurangnya program-program efektif untuk mereduksi kesenjangan sosial yang terjadi selama ini dapat mengakibatkan kehancuran, bukan penguatan perasaan persaudaraan yang hendak diciptakan ajaran Islam. Syariah Islam sangat menekankan adanya suatu distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata sebagaimana yang tercantum dalam Surah Al Hasyr ayat 7, yakni “… kekayaan itu tidak beredar di kalangan orang-orang kaya di antara kamu saja.”
Distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata bukan berarti sama rata sebagaimana faham kaum komunisme, tetapi ajaran Islam mewajibkan setiap individu untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, dan sangat melarang seseorang menjadi pengemis untuk menghidupi dirinya.
Dalam literatur Ekonomi Syariah, terdapat berbagai macam bentuk transaksi kerjasama usaha, baik yang bersifat komersial maupun sosial, salah satu berbentuk “qardh”. Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali tanpa mengharapkan imbalan atau dengan kata lain merupakan sebuah transaksi pinjam meminjam tanpa syarat tambahan pada saat pengembalian pinjaman. Dalam literatur fiqh klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui atau akad tolong menolong dan bukan transaksi komersial.


BAB II
PEMBAHASAN
عن أبي رافع أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم اسْتَسْلَفَ من رَجُلٍ بَكْرًا،
 فَقَدِمَتْ عليه إِبِلٌ من إِبِلِ الصَّدَقَةِ، فَأَمَرَ أَبَا رَافِعٍ أَنْ يَقْضِيَ الرَّجُلَ بَكْرَهُ، فَرَجَعَ إليه أبو رَافِعٍ، فقال: لم أَجِدْ فيها إلا خِيَارًا رَبَاعِيًا، فقال: أَعْطِهِ إِيَّاهُ إِنَّ خِيَارَ الناس أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً. رواه مسلم
Dari Abu Rafi' Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah meminjam unta muda dari seseorang. Kemudian beliau menerima unta zakat, lalu beliau menyuruh Abu Rafi' untuk mengembalikan hutang untanya kepada orang tersebut. Abu Rafi' berkata: Aku hanya menemukan unta berumur empat tahun. Beliau bersabda: "Berikanlah kepadanya, karena sebaik-baik orang ialah yang paling baik melunasi hutang." Riwayat Muslim.[1]

1.      MAKNA KOSAKATA
Berhutang  :استسلف
Jenis unta  :البكر
   الرباعي        : unta yang sudah berumur 7 tahun


2. BIOGRAFI  PEROWI  TERATAS DAN TERAKHIR
  1. BIOGRAFI ABU ROFI’

Namanya dan julukannya Abu Rafie Aslam, dan berbeda dalam namanya, dikatakan: Aslam, dan dikatakan Ibrahim. Apakah salah satu periwayat berbicara pada abad pertama Hijriyah, dan salah satu periwayat hadits Ghadeer, selain menjadi sebuah dunia yang tenang. Siapa yang mengatakan kepada mereka Rasulullah (Allah memberkatinya dan keturunannya), Imam Ali , Abu Dzar Ghaffari ... .
Alrawin dari dirinya
Anak Obaidullah

Dari anak-anaknya:
1, Ibnu Abu Rafi, penulis Setia (saw), dan yang pertama dari seribu orang.
2 Tidak ada bin Abu Rafi, penulis Setia (saw), sebuah buku dalam kategori seni yurisprudensi.
Dari karya-karyanya
Sunan, tuntutan, peradilan, termasuk berbagai bagian ilmu hukum, diriwayatkan dari Imam Ali (saw).
Kematiannya
Meninggal (ra dengan dia) setelah 40 AH tahun.
B.     BIOGRAFI IMAM MUSLIM
Imam Muslim dilahirkan di Naisabur pada tahun 202 H atau 817 M. Imam Muslim bernama lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi. Naisabur, yang sekarang ini termasuk wilayah Rusia, dalam sejarah Islam kala itu termasuk dalam sebutan Maa Wara’a an Nahr, artinya daerah-daerah yang terletak di sekitar Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah. Pada masa Dinasti Samanid, Naisabur menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan selama lebih kurang 150 tahun. Seperti halnya Baghdad di abad pertengahan, Naisabur, juga Bukhara (kota kelahiran Imam Bukhari) sebagai salah satu kota ilmu dan pusat peradaban di kawasan Asia Tengah. Di sini pula bermukim banyak ulama besar.
Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadits memang luar biasa. Sejak usia dini, beliau telah berkonsentrasi mempelajari hadits. Pada tahun 218 H, beliau mulai belajar hadits, ketika usianya kurang dari lima belas tahun. Beruntung, beliau dianugerahi kelebihan berupa ketajaman berfikir dan ingatan hafalan. Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli hadits, yaitu Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian, beliau mulai menghafal hadits Nabi SAW, dan mulai berani mengoreksi kesalahan dari gurunya yang salah menyebutkan periwayatan hadits.
Selain kepada Ad Dakhili, Imam Muslim pun tak segan-segan bertanya kepada banyak ulama di berbagai tempat dan negara. Berpetualang menjadi aktivitas rutin bagi dirinya untuk mencari silsilah dan urutan yang benar sebuah hadits. Beliau, misalnya pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya. Dalam lawatannya itu, Imam Muslim banyak bertemu dan mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan, beliau berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray beliau berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu ‘Ansan. Di Irak beliau belajar hadits kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz beliau belajar kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas ‘Abuzar; di Mesir beliau berguru kepada ‘Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan ulama ahli hadits lainnya.
Bagi Imam Muslim, Baghdad memiliki arti tersendiri. Di kota inilah beliau berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits. Kunjungannya yang terakhir beliau lakukan pada tahun 259 H. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, Imam Muslim sering mendatanginya untuk bertukar pikiran sekaligus berguru padanya. Saat itu, Imam Bukhari yang memang lebih senior, lebih menguasai ilmu hadits ketimbang dirinya.
Ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az Zihli, beliau bergabung kepada Bukhari. Sayang, hal ini kemudian menjadi sebab terputusnya hubungan dirinya dengan Imam Az Zihli. Yang lebih menyedihkan, hubungan tak baik itu merembet ke masalah ilmu, yakni dalam hal penghimpunan dan periwayatan hadits-hadits Nabi SAW.
Imam Muslim dalam kitab shahihnya maupun kitab-kitab lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az Zihli, padahal beliau adalah gurunya. Hal serupa juga beliau lakukan terhadap Bukhari. Tampaknya bagi Imam Muslim tak ada pilihan lain kecuali tidak memasukkan ke dalam Kitab Shahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu. Kendatipun demikian, dirinya tetap mengakui mereka sebagai gurunya.
Imam Muslim yang dikenal sangat tawadhu’ dan wara’ dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Menurut Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits pada Universitas Damaskus, Syria, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan pengulangan, katanya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sementara menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim tersebut berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang beliau tulis dalam Shahih Muslim itu diambil dan disaring dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui. Untuk menyaring hadits-hadits tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun.
Mengenai metode penyusunan hadits, Imam Muslim menerapkan prinsip-prinsip ilmu jarh, dan ta’dil, yakni suatu ilmu yang digunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Beliau juga menggunakan sighat at tahammul (metode-metode penerimaan riwayat), seperti haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhbarana (mengabarkan kepada saya), akhabarana (mengabarkan kepada kami), dan qaalaa (ia berkata).
Imam Muslim menjadi orang kedua terbaik dalam masalah ilmu hadits (sanad, matan, kritik, dan seleksinya) setelah Imam Bukhari. “Di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Imam Muslim,” komentar ulama besar Abu Quraisy Al Hafizh. Maksud ungkapan itu tak lain adalah ahli-ahli hadits terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy.
3.TAKHRIJ HADITS
Bahwasannya hadits diatas terdapat di dalam Syarah Shahih Muslim oleh Imam an-Nawawi asy-Syafi'i, 11/37).
باب استقراض الإبل أي جوازه ليرد المقترض نظيره أو خيرا منه
Dalam Hadits Shohih Bukhori, Hadits ke 2260
Terdapat di dalam kitab Bulughul Maram, Hadits ke 881 Bab salam,qiradh dan Gadai

4. KANDUNGAN HADITS

Imam an-Nawawi berkata, "Pada hadits ini terdapat pelajaran, bahwa orang yang berhutang disunahkan untuk membayar hutang dengan yang lebih baik dari piutang yang sebenarnya ia tanggung. Perbuatan ini termasuk hal yang disunahkan dan akhlak terpuji, serta tidak termasuk dalam piutang yang mendatangkan kemanfaatan yang terlarang. Karena yang dilarang ialah kemanfaatan yang dipersyaratkan pada saat akad piutang. Menurut madzhab kita (madzhab Syafi'i), disunahkan untuk memberikan tambahan pada saat pelunasan melebihi jumlah piutang yang sebenarnya. Sebagaimana diperbolehkan pula bagi pemberi piutang untuk menerima tambahan tersebut, baik tambahan berupa kriteria yang lebih baik, atau tambahan dalam jumlah, misalnya menghutangi sepuluh, lalu penghutang memberinya sebelas dinar.[2]"

Keterangan serupa juga disampaikan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathu al-Bari, bahkan beliau memberikan tambahan penting, yaitu diharamkannya tambahan yang dipersyaratkan pada akad piutang adalah suatu hukum yang telah disepakati oleh seluruh ulama.[3]
5.   APLIKASI HADITS DALAM TRANSAKSI
Dengan melihat adanya hadits diatas, bahwa hadits tersebut ada hubunganya dengan pinjam meminjam.
 1. Definisi al-Qardh
Secara umum pinjaman merupakan pengalihan hak milik harta atas harta. dimana pengalihan tersebut merupakan kaidah dari Qardh.

A.Pengertian Pinjaman Menurut Bahasa Arab
     Qardh secara bahasa, bermakna Al-Qath’u yang berarti memotong. Harta yang disodorkan kepada orang yang berhutang disebut Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan hutang. Kemudian kata itu digunakan sebagai bahasa kiasan dalam keseharian yang berarti pinjam meminjam antar sesama. Salah seorang penyair berkata,“Sesungguhnya orang kaya bersaudara dengan orang kaya, kemudian mereka saling meminjamkan, sedangkan orang miskin tidak memiliki saudara”
B. Pengertian Pinjaman Menurut Hukum Syara’
Secara syar’i para ahli fiqh mendefinisikan Qardh:
1. Menurut pengikut Madzhab Hanafi , Ibn Abidin mengatakan bahwa suatu pinjaman adalah apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan kepada yang lain kemudian dikembalikan dalam      kepunyaannya dalam baik hati.
2. Menurut Madzhab Maliki mengatakan Qardh adalah Pembayaran dari sesuatu yang berharga  untuk pembayaran kembali tidak berbeda atau setimpal.
3. Menurut Madzhab Hanbali Qardh adalah pembayaran uang ke seseorang siapa yang akan memperoleh manfaat dengan itu dan kembalian sesuai dengan padanannya.
4. Menurut Madzhab Syafi’i Qardh adalah Memindahkan kepemilikan sesuatu kepada seseorang, disajikan ia perlu membayar kembali kepadanya.
C. Definisi lain
            Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.[4] qardh adalah akad pinjaman dari bank (muqridh) kepada pihak tertentu (muqtaridh) yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.[5]
2. Aspek Syariah Al-Qardh
Transaksi qardh diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan hadits riwayat ibnu majjah dan ijma ulama.Sungguhpun demikian ,Allah SWT mengajarjkan kepada kita agar meminjamkan sesuatu bagi “agama Allah”.
a.   Al-Qur’an
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.(Al-Baqarah : 245)
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(Al-Maidah : 2)
Yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah kita diseru untuk “meminjamkan kepada Allah”,artinya untuk membelanjakan harta di jalan Allah.
Selaras dengan memeinjamkan kepada Allah,kita juga diseru untuk “meminjamkan kepada sesama manusia”.Sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat.
b. As-Sunnah
    Dari Anas ra, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda :  “Pada malam peristiwa Isra’ aku melihat di pintu surga tertulis ’shadaqoh (akan diganti) dengan 10 kali lipat, sedangkan Qardh dengan 18 kali lipat, aku berkata : “Wahai jibril, mengapa Qardh lebih utama dari shadaqoh?’ ia menjawab “karena ketika meminta, peminta tersebut memiliki sesuatu, sementara ketika berutang, orang tersebut tidak berutang kecuali karena kebutuhan”. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abas bin Malik ra, Thabrani dan Baihaqi meriwayatkan hadits serupa dari Abu Umamah ra).
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi saw berkata,”Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim lainya,dua kali lipat kecuali yang satunya adalah senilai sedekah”(HR Ibnu Majah,Ibnu Hibban dan Baihaqi).
c. Ijma’
Secara ijma’ juga Para ulama  menyatakan bahwa Qardh diperbolehkan. Qardh bersifat mandub (dianjurkan) bagi muqridh (orang yang mengutangi) dan mubah bagi muqtaridh (orang yang berutang) kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya.Tidak ada sesoranga pun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan.Oleh karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini.Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.
3. Aplikasi dalam Perbankan
Akad qard biasanya diterapkan sebagai  berikut:
a. Sebagai produk perlengkapan kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya,yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang rlatif pendek.Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu.
b. Sbagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat,sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena,misalnya tersimpan dalam bentuk deposito.
c. Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kcil atau memebayar sektor sosial.Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu al-qardh Al-hasan.

Hal yang diperbolehkan pada Qardh
Madzhab Hanafi berpendapat, Qardh dibenarkan pada harta yang memiliki kesepadanan, yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak meyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa, telur. Tidak diperbolehkan melakukan qardh atas harta yang tidak memiliki kesepadanan, baik yang bernilai seperti binatang, kayu dan agrarian, dan harta biji-bijian yang memiliki perbedaan menyolok, karena tidak mungkin mengembalikan dengan semisalnya.
Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali berpendapat, diperbolehkan melakukan qardh atas semua harta yang bisa diperjualbelikan objek salam, baik ditakar, atau ditimbang, seperti emas, perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-barang dagangan, binatang dan sebagainya, seperti harta-harta, biji-bijian.
2.      Hukum Qardh
Hak kepemilikan dalam Qardh menurut Abu Hanifah dan Muhammad – berlaku melalui Qabdh (penyerahan).Jika seseorang berhutang satu mud gandum dan sudah terjadi qabdh, maka ia berhak menggunakan dan mengembalikan dengan semisalnya meskipun muqridh meminta pengembalian gandum itu sendiri, karena gandum itu bukan lagi miliki muqridh. Yang menjadi tanggung jawab muqtaridh adalah gandum yang semisalnya dan bukan gandum yang telah diutangnya, meskipun Qardh itu berlangsung.
Abu yusuf berkata : muqtaridh tidak memiliki harta yang menjadi objek Qardh selama Qardh itu berlangsung.
Mazhab hanafi berpendapat, Qardh dibenarkan pada harta yang memiliki kesepadanan, yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak menyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa dan telur, dan yang diukur, seperti kain bahan. Di perbolehkan juga meng-qardh roti, baik dengan timbangan atau biji.
Mazhab Maliki, Syafi’I, dan Hambali berpendapat, diperbolehkan melakukan qardh atas semua harta yang bias dijualbelikan obyek salam, baik itu ditakar, ditimbang, seperti emas, perak dan makanan atau dari harta yang bernilai, seperti barang-barang dagangan, binatang dan sebagainya, seperti harta-harta biji-bijian, karena pada riwayat Abu Rafi’ disebutkan bahwa Rasulullah SAW berutang unta berusia masih muda, padahal untuk bukanlah harta yang ditakar atau ditimbang, dan karena yang menjadi obyek salam dapat di hakmiliki dengan jual beli dan ditentukan dengan pensifatan. Maka bisa menjadi obyek qardh. Sebagaimana harta yang ditakar dan ditimbang. Dari sini, menurut jumhur ahli fiqih, diperbolehkan melakukan qardh atas semua benda yang boleh diperjualbelikan kecuali manusia, dan tidak dibenarkan melakukan qardh atas manfaat/jasa, berbeda dengan pendapat Ibnu Taimiyah, seperti membantu memanen sehari dengan imbalan ia akan dibantu memanen sehari, atau menempati rumah orang lain dengan imbalan orang tersebut menempati rumahnya.













DAFTAR ISI

Muhammad syafi’I Antonio, Bank Syari’ah,Gema Insani, press 2001
Dr.Muhammad Dib Al- Bugha, Buku Pintar Transaksi Syariah
Bulughul maram
Syarah Sahih Muslim
Sahih Bukhari
Fathu al-Bari oleh Ibnu Hajar al-Asqalani
JAM 11:56 AM



[1] Bulughul Maram,  Hadits No. 881
[2] Syarah Shahih Muslim oleh Imam an-Nawawi asy-Syafi'i, 11/37.
[3] Fathu al-Bari oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, 5/67.
[4] Menurut Syafi’i Antonio (1999)
[5] Menurut Bank Indonesia (1999)
pada saat ini kita tidak bisa lepas dari kehidupan manusia yang selalu membuat kita bisa jauh dengan yang membuat hidup di dunia ini, maka dengan itu marilah kita bersama-bersama merenungi hidup ini, agar kita bisa terlepas dari kehidupan orang-orang yang selalu membuat kita jauh dengan yang kuasa. Saya sungguh perhatin melihat orang-orang yang selalu lupa dengan yang baik.
Oleh karena itu marilah kita berjuang bersama untuk mencari kebenaran yang lebih baik dari yang jelek-jelek di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar