TEORI KONSUMSI
KONVENSIONAL VS ISLAM
Teori Konsumsi Konvensional
Teori
konsumsi yang dibahas pada tulisan ini adalah seluruh pengeluaran rumah tangga
keluarga (masyarakat). Pada umumnya pengeluaran konsumsi ini lebih besar dari
atau sama dengan 50% (> 50%) dari pendapatan nasional.
Pendapat beberapa ahli tentang teori konsumsi antara lain
:
J.M. Keynes
Terkenal dengan Absolut Income Theory (Teori pendapatan
absolut). Keynes menyatakan tentang
hubunhgan pengeluaran konsumsi dengan pendapatan nasional yang diukur
berdasarkan harga konstan.
Jadi :
C = f ( Y d )
C = Konsumsi
F = Fungsi
Yd = Disposisi income (pendapatan yang benar-benar dapat
dinikmati oleh rumah tangga).
|
Tx = Pajak ; Tr
= Transper Payment (seperti Subsidi)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa besarnya
konsumsi sangat tergantung pada besarnya pendapatan (Yd). Semakin besar
pendapatan, maka semakin tinggi pula konsusi (Yd ) dan sebaliknya.
Keynes mengatakan: Apabila pendapatan makin
tinggi/meningkat MPC tetap sedangkan APC akan menurun. Jadi makin tinggi
income, makin kecil APC.
Besarnya konsumsi adalah :
C = a + bYd
atau
C = a + bYd atau
C = Co + bYd
a atau a atau
Co : adalah alpa atau dengan kata lain konsumsi terendah. Jadi meskipun
pendapatannya nol, konsumsi sebesar a/a/Co.
b/B =
Beta =
MPC = Marginal Propensity to Consume
Yd =
Disposible Income
Catatan :
rC
MPC =
rY
APC = (Avarage Profensity to Consume) =c/y
MPC + APC = 1
Besarnya
MPC = 0 sampai 1 atau 0 < MPC < 1
Secara
singkat berikut ini disajikan beberapa catatan mengenai fungsi consumsi Keyness yang banyak disebut dalam literatur:
Variabel nyata ;
Yang dimaksud
adalah bahwa fungsi konsumsi Keyness menunjukkan hubungan antara pendapatan
nasional dengan pengeluaran konsumsi yang kedua-duanya dinyatakan dengan
menggunakan tingkat harga konstan. jadi besarnya hubungan antara pendapatan
nasional nominal dengan pengeluaran konsumsi nominal.
Pendapatan yang terjadi
Dalam literatur banyak disebut bahwa pendapatan nasional
yang menentukan besar kecilnya pengeluaran nasional yang terjadi (Current
National Income). Penemuan ini sekedar untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud
Keyness bukannya pendapatan yang terjadi sebelumnya, bukan pula pendapatan yang
diramalkan akan terjadi dimasa yang akan datang.
Pendapatan
Absolut;
Dalam lliteratur banyak pula disebut-sebut bahwa fungsi
konsumsi Keyness; variabel pendapatan nasional yang perlu di interprestasikan
sebagai pendapatan nasional absolut, yang dapat dilawankan pula misalnya dengan
pendapatan relatif, pendapatan permanen dan sebagainya.
C
( harga Konstan )
Y= C
C
Co
0 Y
( harga Konstan )
Fungsi konsumsi
menurut Keyness.
Kritik Keuzen
terhadap teor J.M. Keyness
Penemuan empiris Keuzen,
mengenai fungsi consumsi jangka panjang nilai APC trennya tidak menurun
akan tetapi konstant. Ini berarti berbeda dengan yang diasumsikan Keynes yang
kedua adalah bahwa untuk fungsi konsumsi jangka pendek sekalipun berlaku MPC
< APC, seperti yang diasumsikan Keyness, Inter lep fungsi konsumsi yaitu CO,
mengalami perubahan dari waktu kewaktu. Bergesernya inter lep keatas ini tidak
tertampung oleh hipotesis, pendapatan absolut Keyness. Atau secara rinci
penemuan kenzen tersebut adalah :
Perlu dibedakan antara fungsi konsumsi jangka (Long run
Consumtion Fungtion) dan fungsi konsumsi jangka pendek (Short run Consumtion
Fungtion) karena kedua macam fungsi konsumsi tersebut dari hasil struktur
empirisnya mempunyai bentuk yang berbeda.
Fungsi konsumsi jangka pendek ternyata mengalami
pergeseran keatas, kesimpulan ini apabila diungkapkan dengan menggunakan bentuk
standar persamaan fungsi konsumsi : C = CO + by, dapat dikatakan bahwa nilai Co
tendensinya meningkat dari waktu kewaktu.
Dari penemuan inilah maka Kuezen, menyatakan bahwa yang
dibahas oleh Keyness adalah konsumsi jangka pendek. Konsumsi jangka panjang
dimulai dari nol dan konsumsi masyarakat jangka pendek berubah setiap
masa/setiap saat. Perubahan asset ini akan menambah CO jadi dalam jangka
panjang MPC = APC.
Jadi dari uraian diatas dapat dilihat bahwa baik keynes
maupun Keuzen melihat dari agregat, berbeda dengan pendapat Irving Fisher
yang mengamati dan melihat dari individu-individu (single consumtion).
A. Ando, R.
Bruimberg dan F. Modigliani. S
( Life Cycle
Hipotesis )
Asumsi yang digunakan: panjang hidupnya masyarakat
mempengaruhi konsumsinya.
Katanya : Dissaving bisa ditutup oleh saving tahun
sebelumnya
C,Y
C
t p
b Y
Co
0 Y B T P
Mt = Waktu
Dari gambar di atas terlihat bahwa begitu seseorang
lahir, ia sudah mempunyai kebutuhan-kebutuhan hidup yang menuntut untuk
dipenuhi, meskipun jelas usia tersebut ia sama sekali belum dapat
berpartisipasi dalam pembentukan produk nasional. Ini berarti pendapatan
sebesar nol dan jumlah penmgeluaran konsumsinya positif, memaksa orang tersebut
melaksanakan dissaving. Baru setelah dia dewasa dan memasuki angkatan kerja ia
dapat memperoleh pendapatan dan pada usia B baru lagi terjadi dissaving
kemudian pendapatan tersebut meningkat sehingga terjadi saving sampai dengan
umur F. bila umurnya masih panjang, maka kembali terjadi dissaving.
Mengenai sumber pendapatan, Ando–Brumberg Modigliani membedakan dua sumber pendapatan yaitu tenaga
kerja sebagai sumber labour income dan kekayaan sebagai sumbere property
income.
Jadi Y = YL + YP
Milton Fridman (Permanent Income
Hipotesis)
Dengan
menggunakan asumsi bahwa: konsumen bersikap rasional dalam mengalokasikan
pendapatan yang diperoleh selama hayatnya diantara kurun waktu yang dihadapinya
serta menghendaki pola-pola konsumsi yang kurang lebihnya merata dari waktu
kewaktu. Milton Fridman menarik kesimpulan bahwa konsumsi permanen seseorang
konsumen atau suatu masyarakat mempunyai hubungan yang positif dan proporsional
dengan pendapatannya/pendapatan mereka yang bersangkutan.
Dalam bentuk matematis dapat diungkapkan :
Cp = K Yp
Cp = Consumsi
permanen
K = Angka konstan yang menunjukkan bagian
pendapatan permanen yang dikonsumsi. Ini berarti 0 < k < 1
Yp = Pendapatan permanen ;
Dari uraian di atas jelaslah sekarang bahwa seperti
halnya Ando- Brimburg – Modigliani,
Milton Fridman dan begitu juga nantinya Desenbery berhasil memberikan dasar
teoritik untuk kedua fungsi konsumsi yang ditemukan secara empirik oleh Simon
Keuze.
James Desenbery.
James
Desenbery mengemukakan pendapatnya bahwa pengeluaran konsumsi suatu masyarakat
di tentukan terutama oleh tingginya pendapatan tertinggi yang pernah
dicapainya. Ia berpendapat
bahwa apabila pendapatan berkurang, konsumen tidak akan banyak mengurangi
pengeluarannya untuk konsumsi. Untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang tinggi
ini, mereka terpaksa mengurangi saving.
Selanjutnya Desenbery juga sependapat dengan penemuan
kuznets bahwa untuk setiap income yang dicapai mempunyai fungsi konsumsi jangka
pendek sendiri– endiri.
Catatan ;
Faktor–faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran
konsumsi :
Distribusi pendapatan nasional.
Banyaknya kekayaan masyarakat dalam bentuk alat- alat
liquit.
Banyaknya barang–barang konsumsi tahan lama dalam
masyarakat
KONSUMSI
MENURUT ISLAM
Islam adalah
agama yang ajarannya mengatur segenap prilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Demikian pula dalam masalah konsumsi, Islam mengatur bagaimana
manusia dapat melakukan kegiatan-kegiatan konsumsi yang membawa manusia berguna
bagi kemashlahatan hidupnya. Seluruh aturan Islam mengenai aktivitas konsumsi
terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Prilaku konsumsi yang sesuai dengan
ketentuan al-Qur’an dan as-Sunnah ini akan membawa pelakunya mencapai
keberkahan dan kesejahteraan hidupnya.
Dasar
Hukum Prilaku Konsumen
Islam
memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah SWT kepada
sang Khalifah agar dipergunakan
sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Dalam satu pemanfaatan yang telah
diberikan kepada sang Khalifah adalah
kegiatan ekonomi (umum) dan lebih sempit lagi kegiatan konsumsi (khusus). Islam
mengajarkan kepada sang khalifah
untuk memakai dasar yang benar agar mendapatkan keridhaan dari Allah Sang
Pencipta.[1]
Sumber
yang Berasal dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul
Sumber
yang ada dalam al-Qur’an
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَتُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya : Makan dan
minumlah, namun janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah itu tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.[2]
Sumber yang berasal dari Sunnah Rasul[3],
yang artinya : Abu Said Al-Chodry r.a berkata
:
Ketika kami dalam
bepergian berasama Nabi SAW, mendadak datang seseorang berkendaraan, sambil
menoleh ke kanan-ke kiri seolah-olah mengharapkan bantuan makanan, maka
bersabda Nabi SAW : “Siapa yang mempunyai kelebihan kendaraan harus dibantukan
pada yang tidak memmpunyai kendaraan. Dan siapa yang mempunyai kelebihan bekal
harus dibantukan pada orang yang tidak berbekal.” kemudian Rasulullah menyebut
berbagai macam jenis kekayaan hingga kita merasa seseorang tidak berhak
memiliki sesuatu yang lebih dari kebutuhan hajatnya. (H.R. Muslim).
Ijtihad Para Ahli Fiqh
Ijitihad berarti
meneruskan setiap usaha untuk menentukan sedikit banyaknya kemungkinan suatu
persoalan syari’at. Mannan menyatakan bahwa sumber hukum ekonomi islam
(termasuk di dalamnya terdapat dasar hukum tentang prilaku konsumen) yaitu;
al-Qur’an, as-Sunnah, ijma’, serta qiyas dan ijtihad.
Menurut Mannan, yang ditulis oleh Muhammad dalam bukunya
”Ekonomi Mikro Islam” (2005: 165); konsumsi adalah permintaan sedangkan
produksi adalah penyediaan/penawaran. Kebutuhan konsumen, yang kini dan yang
telah diperhitungkan sebelumya, menrupakan insentif pokok bagi
kegiatan-kegiatan ekonominya sendiri. Mereka mungkin tidak hanya menyerap
pendapatannya, tetapi juga memberi insentif untuk meningkatkannya.
Hal ini berarti bahwa pembicaraan mengenai konsumsi
adalah penting. dan hanya para ahli ekonomi yang mempertunjukkan kemampuannya
untuk memahami dan menjelaskan prinsip
produksi maupun konsumsi, mereka dapat dianggap kompeten untuk mengembangkan
hukum-hukum nilai dan distribusi atau hampir setiap cabang lain dari subyek
tersebut.
Menurut Muhammad perbedaan antara ilmu ekonomi modren dan
ekonomi Islam dalam hal konsumsi terletak pada cara pendekatannya dalam
memenuhi kebutuhan seseorang. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis
semata-mata dari pola konsumsi modren.[4]
Lebih lanjut Mannan mengatakan semakin tinggi kita
menaiki jenjang peradaban, semakin kita
terkalahkan oleh kebutuhan fisiologik karena faktor-faktor psikologis. Cita
rasa seni, keangkuhan, dorongan-dorongan untuk pamer semua faktor ini memainkan
peran yang semakin dominan dalam menentukan bentuk lahiriah konkret dari
kebutuhan-kebutuhan fisiologik kita. Dalam suatu masyarakat primitif, konsomsi
sangat sederhana, karena kebutuhannya sangat sederhana. Tetapi peradaban modren
telah menghancurkan kesederhanaan manis akan kebutuhan-kabutuhan ini.[5]
Prinsip Konsumsi Dalam Islam
Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah adalah milik semua
manusia. Suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-anugerah itu
berada ditangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat
memanfaatkan anugerah-anugerah itu untuk mereka sendiri. Orang lain masih
berhak atas anugerah-anugerah tersebut walaupun mereka tidak memperolehnya.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT mengutuk dan membatalkan argumen yang dikemukakan
oleh orang kaya yang kikir karena ketidaksediaan mereka memberikan bagian atau
miliknya ini.[6]
Selain itu, perbuatan untuk memanfaatkan atau
mengkonsumsi barang-barang yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan
dalam Islam. Sebab kenikmatan yang dicipta Allah untuk manusia adalah ketaatan
kepada-Nya yang berfirman kepada nenek moyang manusia, yaitu Adam dan Hawa,
sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an
يَاأَيُّهاَ
النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي اْلأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّبًا وَلاَ تَتَّبِعُوا
خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.[7]
Etika ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mngurangi
kebutuhan material yang luar biasa sekarang ini, untuk mngurangi energi manusia
dalam mengejar cita-cita spiritualnya. Perkembangan bathiniah yang bukan perluasan
lahiriah, telah dijadikan cita-cita tertinggi manusia dalam hidup. Tetapi
semangat modren dunia barat, sekalipun tidak merendahkan nilai kebutuhan akan
kesempurnaan batin, namun rupanya telah mengalihkan tekanan kearah perbaikan
kondisi-kondisi kehidupan material. Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan
oleh lima prinsip dasar[8].
Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai
mencari rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan
minuman, yang terlarang adalah darh, daging binatang yang telah mati sendiri,
daging babi, daging binatang yang ketika disembelih diserukan nama selain
Allah, (Q.S 2. 173),
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنزِيرِ
وَمَآأُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلاَ
إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللهَ غَفُورُُ رَّحِيمٌ
Prinsip
Kebersihan
Syariat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci
Al-Qur’an maupun Sunnah tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan,
tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga
merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan
diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumlah
yang bersih dan bermanfaat.
Prinsip
Kesederhanaan
Prinsip ini mengatur prilaku manusia mengenai makanan dan
minuman adalah sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah makan
secara berlebih.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَآأَحَلَّ اللهُ لَكُمْ وَلاَ
تَعْتَدُوا إِنَّ اللهَ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Artinya : ”Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas [9].................”
Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan
dapat mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi
secara berlebih-lebihan tentu akan ada pengaruhnya pada perut. Praktik
memantangkan jenis makanan tertentu dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam.
Prinsip Kemurahan
Hati
Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun
dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhan karena
kemurahan hati-Nya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan
kesehatan yang lebih baik dengan tujuan menunaikan perintah Tuhan dengan
keimanan yang kuat dalam tuntutan-Nya, dan perbuatan adil sesuai dengan itu,
yang menjamin persesuaian bagi semua perintah-Nya.
أُحِلَّ
لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحَرَّمَ
عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَادُمْتُمْ حُرُمًا وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي
إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Artinya : Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan
makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi
orang-orang dalam perjalanan, dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan
darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang
kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.[10]
Prinsip Moralitas.
Bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung tetapi
dengan tujuan terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai
moral dan spiritual. Seseorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah
sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan. Dengan
demikian ia akan merasakan kehadiran Ilahi pada waktu memenuhi
keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini penting artinya karena Islam menghendaki
perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia.
يَسْئَلُونَكَ
عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَآإِثْمُُ كَبِيرُُ وَمَنَافِعُ
لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
Artinya : Mereka bertanya kepadamu (Nabi) tentang
khamar dan judi. Katakanlah, ”pada keduanya itu terdapat dosa besar dan
beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya[11].........
Teori Konsumsi Dalam Ekonomi Islam
Barang-barang kebutuhan dasar (termasuk untuk keperluan
hidup dan kenyamanan) dapat didefenisikan sebagai barang dan jasa yang mampu
memenuhi suatu kebutuhan atau mengurangi kesulitan hidup sehingga memberikan
perbedaan yang riil dalam kehidupan
konsumen. Barang-barang mewah sendiri dapat didefenisikan sebagai semua barang
dan jasa yang diinginkan baik untuk kebanggaan diri maupun untuk sesuatu yang
sebenarnya tidak memberikan perubahan berarti bagi kehidupan konsumen[12].
Lebih lanjut Chapra (2002 : 309) mengatakan bahwa
konsumsi agregat yang sama mungkin memiliki proporsi barang kebutuhan dasar dan
barang mewah yang berbeda (C = Cn + C1), dan tercapai tidaknya pemenuhan suatu kebutuhan tidak tergantung kepada
proporsi sumber daya yang dialokasikan kepada masing-masing konsumsi ini.
Semakin banyak sumber daya masyarakat yang digunakan untuk konsumsi dan
produksi barang dan jasa mewah (C1), semakin sedikit
sumber daya yang tersedia untuk pemenuhan kebutuhan dasar (Cn). Dengan demikian, meski terjadi penigkatan pada konsumsi agregat, ada
kemungkinan bahwa kehidupan masyarakat tidak menjadi lebih baik dilihat dari
tingkat pemenuhan kebutuhan dasar penduduk miskin (Cn), jika
semua peningkatan yang terjadi pada konsumsi tersebut lari ke penduduk kaya
untuk pemenuhan kebutuhan barang-barang mewah (C1).
Fungsi konsumsi di dalam ilmu makroekonomi konvensional tidak memperhitungkan
komponen-komponen konsumsi agregat ini (Cn dan C1). Yang lebih banyak dibicarakan dalam ilmu makroekonomi konvensional
terutama mengenai pengaruh dari tingkat harga dan pendapatan terhadap konsumsi.
Hal ini dapat memperburuk analisis, karena saat tingkat harga dan pendapatan
benar-benar memainkan peran yang substansi dalam menentukan konsumsi agregat
(C), ada sejumlah faktor moral, sosial, politik, ekonomi, dan sejarah yang
mempengaruhi pengalokasiaannya pada masing-masing komponen konsumsi (Cn dan C1). Dengan demikian, faktor-faktor nilai dan kelembagaan
serta preferensi, distribusi pendapatan dan
kekayaan, perkembangan sejarah, serta kebijakan-kebijakan pemerintah
tentunya tak dapat diabaikan dalam analisis ekonomi.
Sejumlah ekonom Muslim diantaranya adalah Zarqa (1980 dan
1982 ), Monzer Kahf (1978 dan 1980 ), M.M. Metwally ( 1981 ), Fahim Khan ( 1988
), M.A. Manan ( 1986 ), M.A Choudhury ( 1986 ), Munawar Iqbal ( 1986 ),
Bnedjilali dan Al-Zamil ( 1993 ) dan Ausaf Ahmad ( 1992 ) telah berusaha
memformulasikan fungsi konsumsi yang mencerminkan faktor-faktor tambahan ini
meski tidak seluruhnya, mereka beranggapan bahwa tingkat harga saja tidaklah
cukup untuk mengurangi tingkat konsumsi barang mewah (C1) yang
dilakukan oleh orang-orang kaya. Diperlukan cara untuk mengubah sikap, selera dan
preferensi, memberikan motivasi yang tepat, serta menciptakan lingkungan sosial
yang memandang buruk konsumsi seperti itu (C1).
Disamping itu perlu pula untuk menyediakan sumber daya bagi penduduk miskin
guna meningkatkan daya beli atas barang-barang dan jasa-jasa yang terkait
dengan kebutuhan dasar (Cn). Hal inilah
yang coba dipenuhi oleh paradigma relegius, khususnya Islam, dengan menekankan
perubahan individu dan sosial melalui reformasi moral dan kelembagaan (dalam
Chapra, 2002 ; 310 ).
Norma konsumsi Islami mungkin dapat membantu memberikan
orientasi preferensi individual yang menentang konsumsi barang-barang mewah (C1) dan bersama dengan jaring pengaman sosial, zakat, serta
pengeluaran-pengeluaran untuk amal mempengaruhi alokasi dari sumber daya yang
dapat meningkatkan tingkat konsumsi pada komponen barang kebutuhan dasar (Cn). Produsen kemudian mungkin akan merespon permintaan ini sehingga volume
investasi yang lebih besar dialihkan kepada produksi barang-barang yang terkait
dengan kebutuhan dasar (Cn).
Kesimpulan
Konsumsi adalah satu kegiatan ekonomi yang penting,
bahkan terkadang dianggap paling penting. Dalam ekonomi konvensional prilaku
konsumsi dituntun oleh dua nilai dasar, yaitu rasionalisme dan utilitarianisme.
Kedua nilai dasar ini kemudian membentuk suatu prilaku konsumsi yang hedenostik
– materialistik, individualistik, serta boros (wastefull). Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip dasar bagi konsumsi adalah ”saya akan
mengkonsumsi apa saja dan dalam jumlah berapapun sepanjang : anggaran saya
memenuhi dan saya memperoleh kepuasan maksimum.
Teori prilaku konsumen yang islami dibangun atas dasar
syariah Islam. Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip
dasar, yaitu :
Prinsip Keadilan
Prinsip Kebersihan
Prinsip Kesederhanaan
Prinsip Kemurahan Hati
Prinsip Moralitas
Daftar
pustaka
Muhammad, Drs.. Ekonomi
Mikro (Dalam Persfektif Islam). Yogyakarta
: BPFE. 2005
Mannan, M.A. Teori dan Prakrtek Ekonomi Islam (Edisi
Terjemahan). Jakarta
: Erlangga. 2000.
Kahf, Monzer, Ph. D. Ekonomi Islam (Telaah Analitik
terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam), Yogyakarta
: Pustaka Pelajar. 1995 ogyakarta: Dana
Bhakti Wakaf. 1997
Suprayitno, Eko Ekonomi
islam (Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional,Yogyakarta.
: Graha Ilmu . 2005
Chapra. DR. M. Umer Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta : Gema Insani
Press : 2000
[1]
Drs. Muhammad. Ekonomi Mikro (Dalam Persfektif Islam). Yogyakarta : BPFE. 2005 : 162
[2] Q.S. 7. ayat; 31.
[3] Op.Cit.hlm.163.
[4]
Mannan, M.A. Teori dan Prakrtek Ekonomi Islam (Edisi Terjemahan).
Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf. 1997 : 44
[5] Ibid
[6]
Monzer Kahf, Ph. D. Ekonomi Islam (Telaah Analitik terhadap
Fungsi Sistem Ekonomi Islam), Yogyakarta :
Pustaka Pelajar. 1995 : 27.
[7]
Q.S. : 2 : 168
[8]
Mannan, M.A. Op. Cit. 45-48
[9]
Q.S. : 5 : 87
[10]
Q.S. : 5 : 96
[11]
Q.S. : 2 : 219
[12]
Eko Suprayitno, Ekonomi islam (Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan
Konvensiona,Yogyakarta. : Graha Ilmu . 2005 : 95